Potret Kemiskinan Kalbar (4)

Permodalan Pro Rakyat Memutus Jalan Kemiskinan

Tanah kita diibaratkan Grup Band Koesplus dalam lirik lagunya sebagai tanah surga. Saking suburnya, tongkat kayu dan batang pun ditancapkan jadi tanaman. Namun anehnya, kemiskinan yang mendera mayoritas warga tak pernah hengkang.

Sebagai salah satu ilustrasi, Kalbar memiliki keanekaragaman hayati. Banyak komoditas yang dapat diandalkan untuk menopang taraf hidup masyarakatnya. Pertanyaan yang mengusik, mengapa peran perekonomian rakyat yang sangat strategis tidak dipilih menjadi sistem ekonomi nasional? Padahal kalau dikaji dan dengan desain lebih serius, bukan tidak mungkin persoalan kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi di negeri ini bisa teratasi.

Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas telah menggariskan perekonomian nasional hendaknya tersusun untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Namun yang terjadi saat ini adalah pola-pola ekonomi kapitalis dan pemahaman globalisasi yang cenderung menyingkirkan usaha ekonomi rakyat.

Direktur Eksekutif Lembaga Pusat Studi Arus Informasi Regional (LPS-AIR), Deman Huri Gustira SHut mengatakan perekonomian rakyat harus mampu membangun sistem baru. Sistem ini untuk menghadapi era globalisasi dan juga program ekonomi pemerintah yang cenderung kapitalis dan mengarah pada swastanisasi usaha-usaha strategis negara yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

“Sistem baru ini harus memungkinkan ekonomi rakyat dapat tumbuh subur sehingga perlu kerja sama dari multi stakeholder untuk menggagas ide ekonomi yang pro rakyat miskin,” jelasnya.

Kemiskinan yang terjadi di Indonesia dan Kalbar khususnya, kata Deman, lantaran faktor ketidakadilan di semua sisi kehidupan. Ketidakadilan itu terstruktur dan lebih banyak dirasakan oleh si miskin. “Saya kira di era keterbukaan ini apalagi dengan adanya regulasi yang memungkinkan setiap warga negara mengakses segala informasi, diharapkan semua bentuk kemiskinan dapat segera dicarikan solusinya,” katanya.

Pemerintah, kata dia, mau tidak mau harus terbuka dan tinggal bagaimana mempersiapkan masyarakat untuk menyambut keterbukaan itu. Selama ini berbagai program ke arah pengentasan kemiskinan banyak dititipkan pemerintah pada tiap instansi yang ada di daerah.

Sebut saja Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada Dinas Pendidikan Nasional. Sementara di Dinas Pekerjaan Umum ada P2KP, NUSSP, PPK dan lainnya, Dinas Kesehatan ada HWS, Askeskin, Dinas Pertanian ada program pembagian pupuk dan bibit untuk petani. Masih banyak lagi program yang dibuat pemerintah dengan tujuan pengentasan kemiskinan.

“Namun bisa dilihat apakah dari program yang kebanyakan hanya karikatif tersebut efektif untuk mengurangi kemiskinan di negeri ini. Saya kira perlu ada pengkajian ulang berbagai program sehingga sasaran program menjadi jelas,” ungkapnya.

Selama ini menurut Deman, pemerintah selalu menggaungkan ekonomi rakyat. Tak ada yang salah dalam konsep ekonomi rakyat, namun hal itu hanyalah indah dalam angan-angan tetapi tidak berakar kuat dalam praktik perekonomian.

Sering terjadi, perekonomian rakyat yang terdiri atas usaha ekonomi berskala mikro, kecil, dan menengah, dikelola orang perseorangan maupun koperasi mengalami berbagai kendala, seperti permodalan, bahan baku, dan pemasaran. “Ini jadi persoalan di negeri ini,” ujarnya.

Padahal, lanjut Deman, dukungan institusi dalam pengembangan UMKM ini cukup tinggi. Ada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Bank Indonesia bekerja untuk pertumbuhan UMKM dengan wewenang masing-masing. Belum lagi berbagai lembaga lain yang tumbuh dan berkembang di masyarakat ikut andil dalam menstimulasi tumbuhnya UMKM.

Untuk pengembangan UMKM, pemerintah juga membuat aneka kebijakan dan itu berlaku pada BUMN dan Bank Indonesia yang diwajibkan mempunyai program mendukung UMKM. Ironisnya, ketika UMKM belum bisa jadi penopang ekonomi nasional. Banyaknya institusi, kebijakan, dan konsep yang dikembangkan semua ditujukan sebagai solusi masalah permodalan, bahan baku, dan pemasaran yang sering dialami UMKM.

“Tentunya ini adalah persoalan sistem sebagai dapur dari semua inisiatif untuk bekerja. Perlu pemikiran kembali seluruh elemen pengambil kebijakan untuk melakukan evaluasi sistem yang cenderung tak berpihak pada rakyat miskin,” tukasnya.

Sistem yang salah arah ditambah para pelaksana yang bermental korup menjadikan program ekonomi rakyat tak berjalan optimal. Yang dibutuhkan sekarang adalah usaha membangun sistem baru yang cocok dengan perekonomian rakyat dan dilandasi bahasa keadilan pada semua aspek.

Menurut Deman, tantangan ke depan cukup berat. Langkah awal dapat dilakukan dengan membangun institusi permodalan dan mekanisme pemasaran yang pro usaha rakyat terutama mereka yang miskin. Kalbar yakin memiliki kemampuan itu, tanpa harus menunggu kebijakan pusat.

“Harus ada yang memulai untuk membuat terobosan. Kemiskinan harus jadi hal langka di Kalbar dan tak ada lagi anak yang putus sekolah atau terkena gizi buruk,” pungkasnya. (heri mustari/habis)

Comments