Tidak Diterima, Gugatan atas Wali Kota Pontianak
Pontianak, Equator
Hakim Pengadilan Negeri Pontianak menolak gugatan Ir Suhadi Darmawan atas Wali Kota Pontianak, dr Buchary A Rachman dalam kasus pencemaran nama baik. Keputusan itu dibacakan ketua majelis hakim perkara itu, Subaryanto, SH, Selasa, pekan lalu di PN Pontianak.
Dalam amar putusannya, majelis hakim di poin pertama menyebut, menerima sebagian pembelaan Wali Kota Pontianak, poin kedua menyatakan gugatan Suhadi tidak dapat diterima atau NO (Niet Onvankelilijkverklaard). Sedangkan poin ketiga, menyatakan gugatan rekonvensi tidak dapat diterima (NO).
Hakim sekaligus Humas Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, Bambang Dwi Siswanto SH mengatakan, gugatan tak diterima karena formalitas gugatan kabur (Obscure Libel) sehingga harus di-NO. “Gugatan juga mencampuradukkan perbuatan melawan hukum dengan pencemaran nama baik. Harusnya pidana dulu tentang pencemaran nama baik. Tapi, hal itu kan tak pernah dilaporkan,” jelasnya.
Gugatan berawal dari pernyataan Buchary tentang tanah ruilslag di Kelurahan Benua Melayu Darat. Salah seorang saksi yang pernah dihadapkan oleh Wali Kota, 14 Agustus lalu, adalah Dismas Aju, wartawan Sinar Harapan yang menulis “Tanah eks Tionghoa Komunis Diruislag” ketika masih wartawan di Harian Equator.
Aju yang tanggal 20 Agustus tahun 2001 menulis masalah ruilslag itu kepada hakim mengaku tidak mengenal Suhardi Darmawan, Pengawas Yayasan Sekolah Menengah Chineesche Middle School (SMP/SMA Hua Thong). Mantan Redaktur Pelaksana Harian Suaka ini mengatakan baru tahu setelah berita yang dibuatnya dijadikan alasan untuk menggugat.
Secara terperinci dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu, Aju mengatakan latar belakang penulisan berita di Harian Equator, edisi Senin, 20 Agustus 2001 dikarenakan yang mesti dipahami adalah tidak semua orang Tionghoa di Kalbar adalah komunis. Karena ada yang beraliran komunis sehingga tidak mungkin menulis kelompok lain mengingat aset orang Tionghoa lebih banyak di Kalbar. Begitu juga bagi kelompok Tionghoa yang tidak komunis sehingga menjadi pembeda antara Tionghoa komunis dan tidak komunis.
Dalam berita yang ditulis pun tidak sama sekali menyebut nama penggugat atau nama yayasan. Dasar penulisan berita adalah TAP MPR-RI Nomor XXV/MPR/1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia dan organisasi sayapnya yang dinyatakan terlarang di seluruh Indonesia. Larangan itu juga berlaku pada setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunis.
Dikonfirmasi, Penasihat Hukum (PH) Wali Kota Pontianak, Uray Betty Apriani SH MH
mengatakan, dengan amar putusan seperti itu menandakan bahwa gugatan yang dilayangkan kepada Wali Kota Pontianak tersebut tidak terbukti.
Sedangkan pengacara Suhadi Darmawan, Setiadi SH mengatakan akan mempertimbangkan putusan tersebut. “Tergantung principal, apakah masih mau lanjut atau tidak,” tukasnya. (her)

Comments