Potret APBD Kabupaten Pontianak Tahun 2007 (1)

Transparansi dan Pelayanan Publik Belum Jadi Prioritas Utama

Jumlah dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi hak dasar warga seperti pendidikan dan kesehatan ternyata masih belum bisa dikatakan berpihak kepada masyarakat khususnya warga miskin.
Hal ini diutarakan Kepala Divisi Pengorganisasian JARI Borneo Barat, Hasan Basri kepada Equator di ruang kerjanya baru-baru ini.
Kesimpulan ini diambilnya berdasarkan hasil penelitian anggaran hak dasar warga, khususnya bidang pendidikan dan kesehatan yang dilakukan oleh JARI Borneo Barat di beberapa kabupaten dan kota di Kalimantan Barat.
“Hasilnya dapat disimpulkan bahwa transparansi dan pelayanan publik yang demokratis belum menjadi prioritas utama dalam mengelola pemerintahan sehingga warga tidak pernah tahu berapa alokasi anggaran yang disediakan untuk mensejahterakan mereka. Bagi warga yang ingin mendapatkan akses informasi ternyata harus melalui berbagai ‘rute’ yang berbelit-belit dengan biaya yang tidak gratis,” kata Hasan.
Ia mengatakan, dampak lain dari tidak demokratisnya pengelolaan pemerintahan juga bisa dilihat di program belanja langsung. Banyak program untuk publik yang penempatannya tidak sesuai dengan kebutuhan warga. Sehingga penggunaan anggaran tersebut terkesan mubazir. Realisasi program juga banyak yang tidak jelas. “Ada desa tertentu yang tidak pernah dikunjungi oleh petugas, baik dari dinas pendidikan maupun kesehatan. Padahal warga desa tersebut sangat membutuhkan uluran tangan pemerintah. Sementara program pemerintah untuk penyuluhan maupun sosialisasi harus mencakup semua wilayah,” jelasnya.
Menurut mantan aktivis PMII Kalbar ini, problem birokrasi pemerintahan yang masih berbau orde baru (Orba) seperti tidak adanya transparansi, pelayanan publik yang anti publik dan belum adanya keinginan pemerintah untuk melibatkan warga dalam rangka berpartisipasi dalam merumuskan kebijakan juga terjadi di kabupaten Pontianak.
Terkait politik anggaran, dikatakan Hasan, secara umum mendefinisikan anggaran sebagai sebuah rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijakan suatu lembaga tertentu untuk kurun waktu tertentu—masa yang akan datang.
Hasan kemudian mengutip Abedian & Samuel dalam buku pendidikan politik anggaran bagi warga (Bandung Institute of Governance Studies;2006) mendefinisikan anggaran sebagai alat untuk mencapai tujuan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat/rakyat yang orientasinya tidak lain adalah ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat.
“Sebagian besar masyarakat sebenarnya tidak asing dengan istilah anggaran, biasanya masyarakat menyebut kata anggaran sebagai jumlah dana yang disediakan untuk membiayai suatu atau kegiatan tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, masyarakat terlibat dalam masalah anggaran, seperti penyusunan rencana penggunaan uang, merencanakan peningkatan penghasilan dalam keluarga, dan lain sebagainya,” jelasnya.
Namun ketika berbicara mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara atau daerah (APBN/APBD) Hasan mengatakan, masyarakat masih menganggap bahwa anggaran merupakan urusan pemerintah semata.
“Anggaran dipandang sebagai hal yang rumit dan membutuhkan keahlian khusus,” tandasnya.
Anggapan masyarakat seperti ini lanjut Hasan, merupakan faktor yang memengaruhi rendahnya partisipasi mereka dalam proses penentuan kebijakan anggaran. Pemahaman seperti ini merupakan dampak dari budaya politisasi yang pernah diterapkan pemerintahan Orba selama 32 tahun sebelumnya.
“Dimana masyarakat tidak perlu ikut campur ataupun bertanya tentang kebijakan yang akan dirumuskan oleh pemerintah,” terangnya.
Model pemerintahan dengan politik politisasi, jelas Hasan, sudah lama berlalu, namun paradigma masyarakat masih terpolitisasi, khususnya masyarakat awam. Ini membuktikan bahwa pemerintah demokrasi sekarang tidak serius untuk mengubah paradigma masyarakat agar lebih kritis terhadap kebijakan pemerintah, khususnya dalam politik anggaran.
Lebih lanjut dikatakannya, untuk konteks Kalbar sendiri, belum pernah sekalipun pemerintah provinsi maupun pemerintah kota/kabupaten memberikan pendidikan politik ke masyarakat.
“Peran aktif pemerintah untuk mengkampanyekan pendidikan politik agar warga menjadi warga yang aktif untuk mengawasi pemerintah sangatlah penting di era demokrasi saat ini,” tukasnya
Pemerintah menurutnya, merupakan ujung tombak berubahnya paradigma lama di kalangan warga menuju paradigma baru, yakni paradigma kritis dan partisipatif transformatif di tingkat warga, agar tercipta sebuah pemahaman bahwa partisipasi warga untuk terlibat dalam politik anggaran merupakan kunci utama demi terciptanya pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
“Tanpa pemerintahan yang bebasis transparansi dan akuntabilitas, kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Kalbar hanyalah sebuah mimpi belaka,” ujarnya. (herimustari/bersambung)

Comments